23 Oktober 2016

739

Gambar nemu di google, aslinya karya siapa-lagi-kalau-bukan
Agan Harahap, tapi sepertinya sudah dihapus.
Tahun 2008, seorang politisi Belanda berambut aneh dengan nama Geert Wilders merilis sebuah film pendek berjudul Fitna. Film ini menggambarkan Islam sebagai agama haus darah dan ayat-ayat Al Quran menganjurkan kekerasan. Karena film ini, pada tahun 2009 Wilders diadili dengan tuduhan diskriminasi dan menyulut kebencian. Setahun kemudian, suara Partai Kebebasan (PVV) yang dipimpin Wilders melonjak menjadi 15,5% (24 kursi parlemen) dari hanya 5,9% suara (9 kursi parlemen) di taun 2006. Apakah masyarakat Belanda setuju dengan Wilders, atau Islamofob, atau bahkan xenofob (karena Wilders bersuara keras pada imigran pada umumnya)? Sebagian besar yang saya tahu sangat toleran terhadap perbedaan. Suara PVV melonjak karena masyarakat Belanda juga sangat menghargai hak berpendapat bebas (sekonyol apapun pendapat itu), dan pengadilan terhadap Wilders merupakan ancaman terhadap hak tersebut. (1)

KTP saya Bandung. Ke Jakarta hanya sesekali, itupun seputaran Sudirman-Thamrin atau melipir tol lingkar luar. Saya gak mempertaruhkan apapun dalam pemilihan gubernur Jakarta, selain bahwa Jakarta adalah ibukota Indonesia dan mungkiiin menjadi acuan bagi daerah-daerah lain (iya gitu?) Tapi siapa sih di Republik ini yang punya akses internet dan/atau menonton televisi yang bisa menghindar dari hiruk-pikuk pilgub Jakarta? Dan bahwa pilgub ini citarasanya sungguh mirip pilpres 2014 hingga bahkan seorang teman beropini bahwa pandangan politik orang Indonesia sudah mengeras jadi dua kutub (2), tentunya sulit diabaikan. Karena mengganggu. Sangat. Sehingga saya memutuskan ikut berpendapat untuk sekedar bersih-bersih otak. Di sini saja karena blog ini sudah jarang diperbarui, apalagi dibaca. Nggak konsisten? Memang, karena bukankah setiap orang akan standar ganda pada waktunya?

Dulu sih saya pernah berpendapat kalau seorang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bisa jadi presiden, artinya Indonesia sudah selesai sebagai negara. Selesai dalam artian positif, sudah bisa mengatasi perbedaan hal-hal remeh-temeh seperti SARA, dan siap mengurusi kesejahteraan rakyat atau mengirim atlet ke Olimpiade Musim Dingin. Prasyarat dari pendapat saya itu adalah Ahok memang kompeten sebagai seorang pemimpin. Akhir-akhir ini, kompetensi itu saya ragukan. Alasannya ada dan panjang dan saya malas membahasnya di sini. Tapi kalau saya punya KTP Jakarta dan pilgub diadakan sekarang, kemungkinan saya gak akan memilih Ahok. Bukan karena dia Cina, bukan karena dia Kristen, tapi karena saya meragukan kemampuannya membuat Jakarta lebih baik untuk jangka panjang atau, setidaknya selama masa kepemimpinannya.

Tapi lalu saya kesandung tulisan ini di facebook. Intinya Ahok layak dipilih setidaknya untuk menguji kesiapan kita menerima perbedaan, atau istilah beliau, menguji kapasitas multikulturalisme. Seperti rakyat Belanda yang memilih Wilders untuk membela ideal yang lebih tinggi, sekalipun kurang kompeten Ahok layak dipilih demi 'menyelesaikan' Indonesia (3).

Saya setuju gagasannya. Tapi sedih juga. Betapa kita ternyata masih jauh dari 'selesai'. Baik dari segi memilih pemimpin yang kompeten maupun dari segi menerima perbedaan. Dan pada akhirnya tulisan ini pun tidak jadi apa-apa, karena saya bukan warga Jakarta.
__________________________________
(1) Akhir bulan ini, Wilders akan kembali diadili dengan tuduhan yang sama. Sejarah akan berulang?
(2) Saya gak setuju sih soal dua kutub ini. Dan mudah dibuktikan. Tahun 2014 saya pilih Jokowi kok.
(3) Dan untuk 'ormas Islam' yang ribut mau menuntut Ahok karena penistaan agama, percaya deh kalo keberisikan kalian itu pada akhirnya akan lebih menguntungkan Ahok. Walaupun SBY yang menulis buku petunjuk Bagaimana Memenangkan Pemilu dengan Berperan Sebagai Korban, kali ini bukan Agus Yudhoyono yang akan mempraktekkannya.

2 komentar:

  1. Raniiii, baru liat blog lu lagi. Jadi lu teh mayoritas yang minoritas gitu ya ran? Hihihi... Btw, dimana gw bisa baca buku SBY itu yak?

    BalasHapus
  2. Saaal buku SBY bisa didapatkan gratis dengan membeli kelima album SBY

    BalasHapus